Estimasi Populasi
Gastropoda di Sungai Tambak Bayan
Yogyakarta
|
INTISARI
|
Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok
terpenting dalam ekosistem
|
per airan
sehubungan dengan perannya
sebagai organisme kunci
dalam jaring
|
makanan.
Tingkat keanekaragaman yang
terdapat di lingkungan
perairan dapat
|
digunakan
sebagai indikator pencemaran.
Sebagaimana kehidupan biota
lainnya,
|
penyebaran jenis dan
populasi komunitas bentos
ditentukan oleh sifat fisika, kimia,
|
dan
biologi per airan. Penelitian ini ber tujuan untuk
mempelajari penerapan metode
|
tanpa plot (plotless)
untuk mengestimasi populasi
gastropoda, serta mempelajari
|
korelasi
antara beberapa tolokukur
lingkungan dengan populasi
makrobentos
|
(gastropoda).
Penelitian dilaksanakan pada
tanggal 11 Maret
2011 di Sungai
|
Tambak
Bayan, Yogyakarta. Metode
yang digunakan adalah
plotless ( tanpa plot)
|
dengan
menggunakan tongkat sebagai
titik pengambilan cuplikan
secara acak.
|
Dilakukan
pengambilan parameter kimia,
fisika, dan biologi
pada tiga stasiun
|
pengamatan
sebagai tolokukur lingkungan.
Hasil pengamatan didapatkan
bahwa
|
densitas gastr opoda pada stasiun II mer upakan yang
paling tinggi dengan perincian
|
stasiun I 0,0181
ind/m
|
, stasiun II
3574,3 ind/m
|
, dan stasiun
III 3,6466 ind/m
|
.
|
2
|
2
|
2
|
Adanya
kelompok bentos yang
hidup menetap dan
daya adaptasi yang
bervariasi
|
menandakan bahwa kualitas air di Sungai Tambak Bayan
masih tergolong baik.
|
Kata kunci :
Densitas gastropoda, estimasi
populasi, makr ozoobentos, plotless,
|
Sungai Tambak Bayan.
|
PENDAHULUAN
|
Sungai di Indonesia
umumnya mempunyai sifat
multiguna, mulai dari
|
keperluan rumah tangga, keperluan hewan (mandi, minum), transportasi pengair an,
|
dan
sebagainya. Kebanyakan sungai
di Indonesia telah
mengalami penurunan
|
fungsi akibat berbagai aktivitas manusia ini masih
merupakan sumber daya perairan
|
yang kaya akan
organisme air (Widaningroem, 2010).
Kehidupan di ai r
dijumpai
|
tidak hanya pada badan air tapi juga pada dasar air
yang padat. Di dasar air , jumlah
|
kehidupan sangat terbatas karena ketersediaan nutrient
yang terbatas. Oleh karena
|
itu, hewan yang
hidup di air
dalam hanyalah hewan -hewan yang
mampu hidup
|
dengan
jumlah dan jenis
nutrient terbatas, sekaligus
bersifat bartoleran (Isnaeni,
|
2002).
|
Mahasiswa Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
|
1
|
)
|
1
|
Jurnal Ekologi Perairan
|
Laboratorium Ekologi Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian
UGM
|
Th 2011 No. 1 : 1-7
|
Hewan yang hidup
di dasar perairan
adalah makr ozoobentos.
|
Makrozoobentos
merupakan salah satu
kelompok terpenting dalam
ekosistem
|
per airan
sehubungan dengan peranannya
sebagai organisme kunci
dalam jaring
|
makanan. Selain
itu tingkat keanekar agaman yang terdapat di
lingkungan perairan
|
dapat digunakan sebagai indikator pencemaran. Hewan
bentos seringkali digunakan
|
sebagai
petunjuk bagi penilaian
kualitas air. Jika
ditemuka n limpet air tawar,
kijing,
|
kerang,
cacing pipih siput
memiliki operkulum dan
siput tidak beroperkulum yang
|
hidup di perairan
tersebut maka dapat
digolongkan kedalam perairan
yang
|
ber kualitas sedang (Pratiwi dkk, 2004).
|
Makrobentos
memiliki peranan ekologis
dan struktur spesifik
dihubungkan
|
dengan makrofita air yang merupakan materi autochthon.
Karakteristik dari masing -
|
masing
bagian makrofita akuatik
ini bervariasi, sehingga
membentuk substratum
|
dinamis
yang komplek yang
membantu pembentukan interaksi -interaksi
|
makroinvertebrata
terhadap kepadatan dan
keragamannya sebagai sumber
energi
|
rantai makanan pada perairan akuatik. Menurut Welch
(1980), kecepatan arus akan
|
mempengaruhi
tipe substratum, yang
selanjutnya akan berpengaruh
ter hadap
|
kepadatan dan keanekaragaman makrobentos.
|
Kepadatan populasi satu jenis atau kelompok hewan
dapat dinyatakan dalam
|
dalam
bentuk jumlah atau
biomassa per unit, atau
persatuan luas atau
persatuan
|
volume
atau persatuan penangkapan. Kepadatan
pupolasi sangat penting
diukur
|
untuk
menghitung produktifitas dan
untuk membandingkan kepadatan
suatu jenis
|
dengan kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit
tersebut. (Suin.N.M,1989).
|
Sebagaimana
kehidupan biota lainnya,
penyebaran jenis dan
populasi
|
komunitas
bentos ditentukan oleh
sifat fisika, kimia
dan biologi perairan.
Sifat fisik
|
per airan
seperti kedalaman, kecepatan
arus, warna, kecerahan
dan suhu air. Sifat
|
kimia
perairan antara lain,
kandungan gas terlarut,
bahan organik, pH,
kandungan
|
har a dan faktor
biologi yang berpengaruh
adalah komposisi jenis
hewan dalam
|
per airan
diantaranya adalah produsen
yang merupakan sumber
makanan bagi
|
hewan
bentos dan hewan
predator yang akan
mempengaruhi kelimpahan bentos
|
(Setyobudiandi, 1997).
|
Penelitian
ini bertujuan untuk
mempelajari penerapan metode
tanpa plot
|
(plotless)
untuk mengestimasi populasi
gastropoda, serta mempelajari
korelasi
|
antara beberapa tolokukur lingkungan dengan populasi
makrobentos (gastropoda) .
|
METODOLOGI
|
Penelitian
dilaksanakan pada Jumat,
11 Maret 2011
pukul 13.30 sampai
|
dengan
pukul 17.00 WIB
di Sungai Tambak
Bayan Yogyakarta di
tiga stasiun
|
pengamatan
pada penggal sungai
yang sama. Metode
yang digunakan adalah
|
plotless
(metode tanpa plot)
dengan menancapkan tongkat
ke dasar perairan
|
sebagai titik pengambilan cuplikan secara acak.
|
Pada masing-
masing stasiun dilakukan
pengamatan beberapa parameter
|
lingkungan
sebagai tolokukur yaitu
parameter fisika, meliputi
suhu dan kecepatan
|
2
|
Jurnal Ekologi Perairan
|
Laboratorium Ekologi Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian
UGM
|
Th 2011 No. 1 : 1-7
|
arus; parameter kimia, meliputi derajat keasaman
(pH), kadar oksigen terlarut (DO),
|
kadar
karbondioksida bebas, serta
alkalinitas; dan parameter
biologi, meliputi
|
organisme yang ada di lokasi pengamatan.
|
Kerapatan
(densitas) populasi gastropoda
dinyatakan dalam dalam
bentuk
|
biomassa per satuan luas, dan dihitung dengan menggunakan rumus :
|
( ? -1)
|
D
|
2
|
D
|
D =
|
=
|
( ? -2)
|
?
|
?
|
2
|
? ?
|
? ? = ?( ? ?)
|
Y =
|
? =1
|
S = jumlah titik cuplikan yang diambil
|
D
|
= estimasi kerapatan (densitas) gastropoda
|
X = jarak terdekat gastropoda dengan titik yang
ditentukan secara acak
|
Y = luas area kajian
|
HASIL DAN PEMBAHASAN
|
Sungai
Tambak Bayan merupakan
sungai yang berhilir
di Embuk
|
Tambakboyo. Genangan sungai ini meliputi Desa
Condongcatur, Kecamatan Depok,
|
Kabupaten
Sleman. Sungai ini biasa digunakan oleh warga sekitar untuk keperluan
|
rumah
tangga, keperluan hewan
(mandi, minum), bermain,
dan sebagainya. Meski
|
telah
mengalami penurunan fungsi
dalam ekosistem karena
berbagai aktivitas
|
manusia sungai ini memiliki warna air yang cukup
jernih. Dasar sungai pada stasiun
|
satu tampak berbatu dengan kedalaman kurang lebih 0,5
meter.
|
Berdasarkan
hasil pengamatan diperoleh
indeks kerapatan (densitas)
|
gastropoda pada stasiun I dan stasiun III tergolong rendah yaitu 0,0181 ind/m
|
dan
|
2
|
3,6466 ind/m
|
, hanya stasiun
II yang memiliki
indeks densitas yang
cukup tinggi
|
2
|
yaitu
3574,3 ind/m
|
.
Perbedaan tingkat kerapatan
populasi gastropoda ini
|
2
|
disebabkan
adanya perbedaan jenis
substrat dan parameter
lingkungan lainnya.
|
Berdasarkan
hasil pengukuran faktor
abiotik dan faktor
biotik pada ketiga
stasiun
|
tidak sama.
|
3
|
Jurnal Ekologi Perairan
|
Laboratorium Ekologi Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian
UGM
|
Th 2011 No. 1 : 1-7
|
4000
|
3500
|
3000
|
Densitas
|
2500
|
Gastropoda
|
2000
|
(ind/m2)
|
1500
|
1000
|
500
|
0
|
0 1 2 3 4
|
Grafik 1 Perbandingan Stasiun Dengan Densitas
Gastropoda
|
Dari
ketiga stasiun pengamatan,
stasiun I menunjukkan
nilai densitas
|
terendah.
Rendahnya kerapatan ini
menunjukkan bahwa lingkungan
perairan pada
|
stasiun I tidak kondusif untuk
kehidupan gastropoda yang ada
di dalamnya. Hal ini
|
disebabkan
karena pada stasiun
I didapatkan kondisi
sungai yang telah
|
dimanfaatkan untuk banyak kebutuhan manusia sehingga terjadi degradasi kualitas
|
ekosistem dan terjadi pencemaran bahan -bahan yang
tidak disukai gastropoda atau
|
organisme
lainnya. Bur uknya kualitas
air jika dibandingkan dengan
stasiun lain ini
|
dibuktikan
dengan tidak adanya keragaman spesies
pada stasiun ini. Pada
stasiun
|
ini hanya ditemukan satu jenis gastropoda yaitu keong.
|
Stasiun II indeks
densitas gastropodanya merupakan
yang paling tinggi.
|
Kerapatan populasi pada stasiun II lebih tinggi karena jenis substrat berupa batuan,
|
lumpur, dan pasir. Selain itu kandungan oksigen
terlarut (5,53 ppm) lebih tinggi dari
|
kandungan CO
|
bebas (4,3 ppm)
. Pada stasiun I dan
II kandungan oksigen terlar ut
|
2
|
lebih
rendah daripada kandungan
karbondioksidanya. Oksigen dibutuhkan
|
organisme
dalam melakukan proses
respirasi. Sedangkan pada
stasiun III indeks
|
densitas gastr
opoda menurun. Hal
ini wajar dikar enakan kandungan
nutrient
|
per airan terkikis seiring berjalannya arus.
|
Tampak
bahwa faktor lingkungan
yang paling berpengar uh adalah
jenis
|
subsr at
dasar, kandungan oksigen
terlarut, kandungan karbondioksida, serta
|
kedalaman dan
kecerahan air. Sedang
faktor yang kurang berpengaruh adalah pH
|
substrat, suhu air dan suhu udara. Hal ini didasarkan
pada pengukuran faktor -faktor
|
abiotik
pada tiap stasiun
bahwa pH substrat,
suhu air, dan
suhu udara hasilnya
|
relatif sama dan masih dalam ambang batas untuk hidup.
|
4
|
Jurnal Ekologi Perairan
|
Laboratorium Ekologi Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian
UGM
|
Th 2011 No. 1 : 1-7
|
Tabel 1. Parameter Lingkungan Sungai Tambak Bayan Pada
Tiga Stasiun
|
Parameter Fisika
Stasiun I Stasiun II Stasiun III
|
Suhu Udara (C
|
) 26,7 29
25
|
O
|
Suhu Air (C
|
) 27 28
27
|
O
|
Kecepatan Arus (m/s)
0,68 1,063 0,36
|
Parameter Kimia
Stasiun I Stasiun II Stasiun III
|
pH 6,9 6,9
6,9
|
DO (ppm) 8 5,53
6,64
|
CO
|
(ppm) 19 4,3
16,6
|
2
|
Alkalinitas (ppm)
92,8 96 105
|
Kandungan
gas oksigen dalam
air merupakan salah
satu penentu
|
karakteristik
kualitas air yang
terpenting dalam kehidupan
akuatis. Konsentr asi
|
oksigen dalam
air mewakili status kualitas air pada tempat
dan waktu tertentu (saat
|
pengambilan sampel
air). Keberadaan dan besar kecilnya muatan oksigen di dalam
|
air dapat dijadikan indikator ada atau tidaknya
pencemaran di suatu perairan (Asdak,
|
–
|
2004).
Kandungan oksigen terlarut
(DO) penelitian berkisar
antara 5,53 ppm
|
8
|
ppm di masing-masing stasiun, dengan kadar oksigen
paling rendah pada stasiun II.
|
Rendahnya kadar oksigen terlarut pada perairan sungai
Tambak Bayan dikarenakan
|
substrat
perairan sebagian besar
berupa pasir dan
lumpur . Ukuran partikel
yang
|
sangat halus
disertai dengan sudut dasar sedimen
yang datar menyebabkan
air di
|
dalam
sedimen tidak mengalir
keluar dan tertahan
di dalam substrat.
Hal ini akan
|
menghasilkan penurunan kadar oksigen. Semakin tinggi
sedimentasi maka semakin
|
ber kurang kandungan oksigen terlarut.
|
Suhu dapat menjadi
faktor penentu atau
pengendali kehidupan flora
dan
|
fauna
akuatis, terutama suhu
di dalam air
yang telah melampaui
ambang batas
|
(terlalu hangat
atau dingin). Jenis, jumlah, dan
keberadaan flora dan fauna
akuatis
|
seringkali
berubah dengan adanya
perubahan suhu air,
terutama oleh adanya
|
kenaikan
suhu dalam air.
Dari hasil pengukuran
suhu diketahui bahwa
suhu pada
|
ketiga
stasiun pengamatan berkisar
antara 25
|
C
|
–
|
27
|
C. Kisaran suhu
yang sesuai
|
0
|
0
|
untuk
pertumbuhan makrozoobentos menurut
Hutabarat dan Evans
(1985) siklus
|
–
|
temperatur untuk kehidupan organisme perairan berkisar
26
|
C
|
31
|
C.
|
0
|
0
|
Nilai pH menunjukkan
banyaknya konsentrasi ion
hidrogen (H
|
) di dalam
|
+
|
tanah.
Makin tinggi kadar
ion H
|
di dalam tanah,
semakin masam tanah
tersebut.
|
+
|
Pada tanah yang
alkalis kandungan OH
|
lebih banyak
daripada H
|
. Bila kandungan
|
-
|
+
|
H
|
dan OH
|
sama, maka bersifat
netral. PH substrat
dasar pada ketiga
stasiun
|
+
|
-
|
pengamatan sama yakni 6,9 (bersifat netral) yang
memungkinkan gastropoda hidup
|
di dalamnya. PH diliuar ambang batas dapat menyebabkan
menurunnya daya taha n
|
5
|
Jurnal Ekologi Perairan
|
Laboratorium Ekologi Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian
UGM
|
Th 2011 No. 1 : 1-7
|
terhadap
stress. Menurut Widiastuti
(1983) kisaran pH
substrat yang layak
bagi
|
kehidupan or ganisme perairan berkisar
|
antara 6,6 sampai 8,5.
|
Kandungan CO
|
terlarut pada ketiga stasiun sangat tinggi. Pada
stasiun I dan
|
2
|
III masing-masing diatas 12 ppm yakni 19 ppm dan 16,6
ppm. Hanya pada stasiun II
|
yang normal atau dibawah 12 ppm yang masih dapat di itolerir organisme
perairan.
|
Jika berada diatas
12 ppm maka biota
perairan akan mengalami
tekanan fisiologis
|
khususnya makrobentos.
|
Penelitian
ini bermanfaat untuk
mengetahui tingkat pencemaran
atau
|
kemurnian
(indikator) suatu per airan.
Interaksi antar semua
komponen ekosistem
|
yang
berada dalam sungai
tersebut memungkinkan terjadinya
proses daur ulang
|
secar a alami, bahkan
pencemar yang tidak
bernilai bagi manusia
menjadi bahan
|
ber nilai yang terkandung dalam biomassa tumbuhan dan
hewan.
|
KESIMPULAN
|
Dari hasil penelitian
yang dilakukan didapatkan
bahwa untuk mengestimasi
|
populasi gastropoda dapat menggunakan metode plotless
(tanpa plot). Berdasarkan
|
hasil
pengukuran parameter lingkungan
Sungai Tambak Bayan
didapatkan suhu
|
udara berkisar antar a 25
|
C-29
|
C, suhu air 27
|
C-28
|
C, kecepatan arus berkisar anta
|
0
|
0
|
0
|
0
|
–
|
0,36 m/s-1,063m/s, pH 6,9, DO berkisar antara 5,3 ppm-8ppm,
COD 4,3 ppm
|
19
|
–
|
ppm, dan alkalinitas
berkisar antara 92,8
ppm
|
105 ppm dan
indeks densitas
|
populasi gastropoda berkisar antara 0,0181 ind/m
|
- 3574,3 ind/m
|
dengan stasiun II
|
2
|
2
|
merupakan yang paling tinggi, sedangkan yang paling
rendah adalah stasiun I.
|
Adanya
kelompok bentos yang
hidup menetap (sesile)
dan daya adaptasi
|
yang
bervariasi menandakan bahwa
kualitas air di
Sungai Tambak Bayan
masih
|
tergolong baik. Terdapat
korelasi antara faktor
fisik dan kimia
terhadap estimasi
|
populasi gastropoda. Semakin tinggi kadar CO
|
, maka kepadatan populasi semakin
|
2
|
rendah.
Semakin tinggi kadar
O
|
dan
kecerahan air maka
kepadatan populasi
|
2
|
semakin tinggi.
|
SARAN
|
Penelitian
ini diharapkan dapat
menjadi acuan dilakukannya penelitian
|
selanjutnya
yang sejenis untuk
menjaga kualitas lingkungan
perair an di Sungai
|
Tambak
Bayan. Meskipun masih
tergolong baik namun
meningkatnya aktivitas
|
manusia di bantaran
sungai dalam pemenuhan
kebutuhannya mengancam
|
terjadinya
degradasi kualitas lingkungan
perairan sehingga perlu
dilakukan
|
pengelolaan
terpadu untuk menjaganya
agar tetap terpelihara
dengan baik dan
|
terkontrol.
|
6
|
Jurnal Ekologi Perairan
|
Laboratorium Ekologi Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian
UGM
|
Th 2011 No. 1 : 1-7
|
DAFTAR PUSTAKA
|
Asdak, C. 2004.
Hidrologi dan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai.Yogyakarta:
|
Gadjah Mada University Press.
|
Hutabarat,
S, & S.
M. Evans, 1985.
Pengantar Oseanografi. Jakarta:
Universitas
|
Indonesia Press.
|
Isnaeni, W. 2002. Fisiologi Hewan. Semarang:
Universitas Negeri Semar ang.
|
Pratiwi, N, Krisanti, Nursiyamah, I. Maryanto, R.
Ubaidillah, & W. A. Noerdjito. 2004.
|
Panduan
Pengukuran Kualitas Air
Sungai. Bogor: Institut
Pertanian
|
Bogor.
|
Setyobudiandi, I. 1997. Makrozoobentos. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
|
Suin, Nurdin Muhammad.1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi
Aksara : Jakarta
|
Welch, S. 1980. Lim nology. New York: Mc Graw Hill
Book Company.
|
Widaningroem, Retno. 2010. Pengertian, Konsep dan
Jenis Sumberdaya Perikanan.
|
Bahan Ajar Pengantar
Ilmu Perikanan. Yogyakarta
: Universitas Gadjah
|
Mada.
|
Widiastuti,
E. 1983. Kualitas
Air Kali Talung
Rintingan dan Kelimpahan
Hewan
|
Makr ozoobentos. Thesis. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
|
7
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar