Selasa, 07 Oktober 2014

Kehamilan tak diinginkan

Pada umumnya kehamilan remaja (yang belum menikah) merupakan kehamilan yang tidak diinginkan karena mereka sebenarnya belum siap secara mental dan fisik untuk hamil atau mempunyai anak.

Kehamilan pada masa remaja berisiko tinggi karena berbagai alasan:
  1. Otot uterus (rahim) belum berkembang optimal, kekuatan dan kontraksinya belum cukup baik. Bila terjadi kehamilan uterus dapat mengalami ruptur (robek). Selain itu otot penyangga rahim belum belum cukup kuat, sehingga pada waktu melahirkan dapat mengalami resiko prolapsus uteri (uterus turun ke liang vagina).
  2. Sistem hormonal belum stabil. Hal ini dapat dilihat dari belum teraturnya menstruasi. Maka ketika terjadi kehamilan, hormon yang berperan memelihara kehamilan tidak stabil dapat memicu terjadinya pendarahan dan kematian janin.
  3. Pertumbuhan fisik remaja belum sempurna; lubang tulang panggul masih sempit dan belum cukup sebagai jalan lahir bayi, sehingga seringkali diperlukan bedah caesar sebagi jalan keluar.
  4. Terlalu dini hamil dan melahirkan berarti memperpanjang usia reproduksi aktif. Hal ini mempertinggi peluang mendapat resiko kanker cervik dikemudian hari.
  5. Kecenderungan mengalami anemia, hal ini akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan janin.
  6. Kecenderungan mengalami keracunan kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, muntah-muntah hebat, kejang-kejang bahkan kematian.
  7. Kecenderungan melahirkan bayi dengan berat badan kurang dari normal. Sehingga mengakibatkan retardasi mental, tuli, kejang-kejang, kerusakan otak dan kebutaan.
  8. Cenderung melahirkan bayi prematur yang rentan terhadap penyakit karena paru-parunya belum berkembang sempurna.
Kehamilan yang tak diinginkan pada remaja dapat memicu terjadinya pengguguran kandungan atau aborsi. Ketakutan akan konsekuensi psikologis (malu, tertekan) dan sosial ekonomi; reaksi awal remaja hamil diluar nikah pada umumnya adalah keinginan dan usaha untuk aborsi.
Secara medis aborsi diartikan sebagai berakhirnya atau gugurnya kandungan sebelum mencpai usia 20 minggu. yaitu sebelum fetus mampu bertahan hidup diluar kandungan secara mandiri. Tindakan aborsi mengandung resiko yang cukup tinggi, apalagi bila dilakukan tidak sesuai standar medis. Walaupun dilakukan sesuai standar medis tetap beresiko, apalagi bila aborsi dilakukan secara berulang. Resiko aborsi pada remaja antara lain:
  1. Pendarahan sampai menimbulkan shock dan gangguan neurologis/syaraf di kemudian hari. Pendarahan mengakibatkan tingginya resiko kematian ibu dan anak.
  2. Infeksi organ reproduksi karena kuretase dilakukan dengan alat tidak steril, dapat berakibat kemandulan.
  3. Ruptur uterus(robek uterus) dan penipisan dinding uterus akibat kuretase. Hal ini kemandulan karena uterus yang robek harus diangkat seluruhnya.
  4. Terjadi Fistula genital traumatis. yaitu timbulnya saluran tidak normal antara saluran reproduksi dengan saluran ekskresi atau saluran pencernaan.
Berdasar nilai-nilai budaya, abortus merupakan tindakan yang dikecam dan membuat palakunya terkucil di dalam masyarakat.Hal in akan merugikan remaja karena akan mengurangi konsep diri yang positif dan menurunkan nilai harga diri yang positif dalam pergaulannya.

Secara hukum pengguguran aborsi dengan alasan non medis dilarang keras. Tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan aborsi: melakukan, menolong, atau menganjurkan. Tindakan aborsi diancam hukuman pidana seperti yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana berikut ini:
    Pasal 346: Seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu diancam dengan pidana penjara seberat-beratnya selama empat tahun.
Selain itu tindak aborsi juga melanggar Undang-undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992.
Setelah melakukan aborsi ada beberapa hal yang mungkin dialami:
  1. Traumatis kehamilan/kelahiran.
  2. Frigiditas (gangguan fungsi seksual)
  3. Masalah konflik menjelang pernikahan (masalah keperawanan dan latar belakang kehidupan kehidupan sebelumnya).
Masalah-masalah tersebut tentu mencemaskan bagi seseorang yang pernah melakukan tindakan aborsi, sehingga dapat mengganggu kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya.
Referensi
Nanang Munajat (2000), Resiko Reproduksi Remaja,PKBI, IPPF, BKKBN, UNFPA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar