BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pembuahan
atau fertilisasi (singami) adalah peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus
atau sel-sel
bernukleus untuk membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan
nukleus. Biasanya melibatkan penggabungan sitoplasma
(plasmogami)
dan penyatuan bahan nukleus (kariogami). Dengan meiosis,
zigot itu membentuk ciri fundamental dari kebanyakan siklus seksual eukariota,
dan pada dasarnya gamet-gamet yang melebur adalah haploid.
Bilamana keduanya motil seperti pada tumbuhan,
maka fertilisasi itu disebut isogami, bilamana berbeda dalam ukuran tetapi serupa dalam
bentuk maka disebut anisogami, bila satu tidak motil (dan biasanya lebih besar)
dinamakan oogami.
Hal ini merupakan cara khas pada beberapa tumbuhan, hewan, dan sebagian besar jamur. Pada sebagian gimnofita dan semua antofita, gametnya tidak berflagel, dan
polen tube terlibat dalam proses fertilisasi.
1.2 Rumusan masalah
Masalah yang ada pada makalah ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1.
Bagaimana proses pembentukan
spermatozoa ?
2.
Bagaimana proses pembentukan
ovum?
3.
Bagaimana proses fertilisasi?
4.
Bagaimana jenis-jenis
fertilisasi?
5.
Bagaimana fertilisasi in vitro?
6.
Bagaimana variasi dalam
reproduksi?
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah
ini adalah:
1.
Untuk mengetahui proses
pembentukan spermatozoa.
2.
Untuk mengetahui proses
pembentukan ovum.
3.
Untuk mengetahui proses
fertilisasi.
4.
Untuk mengetahui jenis-jenis
fertilisasi.
5.
Untuk mengetahui fertilisasi in
vitro.
6. Untuk mengetahui variasi dalam
reproduksi.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Proses pembentukan
spermatozoa
Spermatogenesis terjadi di dalam tubulus seminiferi
dalam testis. Proses tersebut berlangsung mulai dari dinding tepi sampai ke
lumen sel tubulus seminiferus yang merupakan bagian dari perenkim testis selain
lobulus.
Lobulus adalah kantong-kantong kecil yang pada umumnya
berbentuk kerucut, seperti buah salak. Ujung medialnya lancip, sedang ujung lateralnya lebar dan merupakan, dasar
dari kerucut tersebut. Isi lobulus adalah tubulus seminiferi yang panjang, berkelok-kelok memenuhi seluruh
kerucut, pada muara tabung seminiferus yang terdapat pada ujung medial dari
kerucut akan langsung berhubungan dengan
rete testes. Dinding tubulus seminiferus terdiri atas sel-sel membran basal,
epithel benih, sel-sel penunjang dan sel penghasil cairan testes Toelihere, 1981).
Berikut merupakan tingkatan
perkembangan sel germa dalam tubulus seminiferus adalah sebagai benkut:
1. Spermatogonium: ukurannya relatif kecil, bentuk
agak oval, inti terwarna kurang terang, terletak berderet di dekat /melekat membrana
basalis.
2. Spermiatosit I : ukuran paling besar, bentuk
bulat, inti terwama kuat, letak agak menjauh dari membran basalis.
3. Spermatosit II : ukuran agak kecil bentuk
bulat, letaknya menjauhi membrane basalis. (mendekati lumen).
4. Spermatid : ukuran kecil, benuk agak oval,
warna inti kuat, kadangkadang piknotis, letak di dekat lumen.
5. Spermatozoid : spermatozoa muda melekat secara
bergerombol pada sel sertoli, yang muda terdapat di dalam lumen (Muchtaromah,
2008).
Cari sendiri Gambarnya
Gambaran proses pembentukan
spermatozoa
1.2 Proses pembentukan ovum
Proses terjadinya oogenesis terjadi didalam ovarium dan
akan dilanjutkan didalam oviduct jika terjadi penetrasi spermatozoid. Dalam oogenesis, sel germa berkembang
didalam folikel-folikel telur, dengan tingkatan sebagai berikut:
1. Folikel primodial, merupakan folikel utama yang sudah terbentuk ketika lahir. Terdiri atas
sebuah oosit yang dilapisi oleh selapis
sel epitel pipih (Muchtarromah,
2006). Oosit dalam folikel primordial adalah sel bulat dengan garis tengah 25
pm. Intinya yang agak eksentris, besar dan memiliki inti yang besar juga (Tambayang,
1998).
2. Folikel tumbuh terdiri dari Folikel
primer: terdiri dari sebuah I yang dilapisi oleh selapis set folikel (set
grarfulose) berbentuk kubus. Antara oosit dan sel-set granulose dipisahkan oleh
zona pelucida.
3. Folikel skunder: terdiri dari sebuah oosit
I yang dilapisi oleh beberapa lapis set granulose.
4. Folikel tersier: volume stratum granulosum
yang melapisi oosit I bertambah besar/ banyak. Terdapat beberapa celah (antrum)
diantara selsel granulose. Jaringan ikat stroma yang terdapat diluar stratum
granulose menyusun diri membentuk teca interna dan externa.
5. Folikel matang (de graaf): berukuran
paling besar, antrum menjadi sebuah rongga besar, berisi cairan folikel (liquor
foliculli). Oosit dikelilingi oleh sel granulose yang disebut corona radiata,
yang dihubungkan dengan sel-sel granulose tepi oleh tangkai penghubung yang
disebut kumulus ooforus (Muchtarromah, 2008).
Oosit akan diovulasikan dari
folikel de graaf dalam tahap metafase meiosis II. Jika didalam oviduk terjadi
penetrasi, maka terjadi penuntasan meiosis II dan oosit II berkembang menjadi
zygote (Muchtarromah, 2008).
Cari sendiri Gambarnya
Gambar ovarium dan perkembangan
folikel didalamnya. (Canbridge, 1998)
1.3 Proses fertilisasi
Peristiwa fertilisasi terjadi di saat sel spermatozoa dilepaskan dan
dapat membuahi ovum di ampula tuba fallopii. Sebanyak 300 juta spermatozoa
diejakulasikan ke dalam saluran genital wanita. Sekitar 1 juta yang dapat
berenang melalui serviks, ratusan yang dapat mencapai tuba fallopi dan hanya 1
yang dapat membuahi sel telur. Sel spermatozoa mempunyai rentang hidup sekitar
48 jam (Cambridge,
1998).
Sebelum membuahi sel telur, spermatozoa harus melewati tahap
kapasitasi dan reksi akrosom terlebih dahulu. Kapasitasi merupakan suatu masa
penyesuaian di dalam saluran reproduksi wanita, berlangsung sekitar 7 jam.
Selama itu suatu selubung glikoprotein dari plasma semen dibuang dari selaput
plasma yang membungkus daerah akrosom spermatozoa. Sedangkan reaksi akrosom terjadi
setelah penempelan spermatozoa ke zona pelusida. Reaksi tersebut membuat
pelepasan enzim-enzim yang diperlukan untuk menembus zona pelusida yang
terdapat pada akrosom (Sadler, 1996)
Oosit (ovum) akan mencapai tuba satu jam
lebih setelah diovulasikan. Ovum ini dikelilingi oleh korona dari sel-sel kecil
dan zona pelusida yang nantinya akan menyaring sel spermatozoa yang ada
sehingga hanya satu sel yang dapat menembus ovum. Setelah spermatozoa menembus
ovum, ia akan menggabungkan material intinya dan menyimpan komplemen kromosom
ganda yang lazim. Kromosomm ini mengandung semua informasi genetic yang
nantinya akan diturunkan kepada keturunannya (Canbridge, 1998).
Sel telur yang telah dibuahi akan
membentuk zigot yang terus membelah secara mitosis menjadi dua, empat, delapan,
enam belas dan seterusnya. Pada saat 32 sel disebut morula, di dalam morula
terdapat rongga yang disebut blastosoel yang berisi cairan yang dikeluarkan
oleh tuba fallopii, bentuk ini kemudian disebut blastosit. Lapisan terluar
blastosit disebut trofoblas merupakan dinding blastosit yang berfungsi untuk
menyerap makanan dan merupakan calon tembuni atau ari-ari (plasenta), sedangkan
masa di dalamnya disebut simpul embrio (embrionik knot) merupakan calon janin. Blastosit ini bergerak menuju uterus untuk
mengadakan implantasi (perlekatan dengan dinding uterus) (Anonymous, 2008).
Pada hari ke-4 atau ke-5 sesudah ovulasi,
blastosit sampai di rongga uterus, hormon progesteron merangsang pertumbuhan
uterus, dindingnya tebal, lunak, banyak mengandung pembuluh darah, serta
mengeluarkan sekret seperti air susu (uterin milk) sebagai makanan embrio.
Enam hari setelah fertilisasi, trofoblas
menempel pada dinding uterus (melakukan implantasi) dan melepaskan hormon
korionik gonadotropin. Hormon ini melindungi kehamilan dengan cara
menstrimulasi produksi hormon estrogen dan progesteron sehingga mencegah
terjadinya menstruasi. Trofoblas kemudian menebal beberapa lapis, permukaannya
berjonjot dengan tujuan memperluas daerah penyerapan makanan. Embrio telah kuat
menempel setelah hari ke-12 dari fertilisasi.
Plasenta atau ari-ari pada janin berbentuk
seperti cakram dengn garis tengah 20 cm, dan tebal 2,5 cm. Ukuran ini dicapai
pada waktu bayi akan lahir tetapi pada waktu hari 28 setelah fertilisasi,
plasenta berukuran kurang dari 1 mm. Plasenta berperan dalam pertukaran gas,
makanan dan zat sisa antara ibu dan fetus. Pada sistem hubungan plasenta, darah
ibu tidak pernah berhubungan dengan darah janin, meskipun begitu virus dan
bakteri dapat melalui penghalang (barier) berupa jaringan ikat dan masuk ke
dalam darah janin(Anonymous, 2008)
1.4 Jenis-jenis fertilisasi
Fertilisasi mempunyai
beberapa cara yang umum didapati pada makhluk hidup, yaitu :
1. Fertilisasi
eksternal (khas pada
hewan-hewan akuatik): gamet-gametnya
dikeluarkan dari dalam tubuhnya sebelum fertilisasi.
2
Fertilisasi internal (khas untuk adaptasi
dengan kehidupan di darat): sperma dimasukkan ke dalam daerah reproduksi
betina yang kemudian disusul dengan fertilisasi. Setelah pembuahan, telur
itu membentuk membran fertilisasi untuk merintangi pemasukan sperma lebih
lanjut. Kadang-kadang sperma itu diperlukan hanya untuk mengaktivasi telur
(Anonymous, 2008).
2.1 Fertilisasi in vitro
Fertilisasi
in vitro merupakan suatu metode untuk membuahkan suatu kehidupan baru dalam
sebuah cawan petri. Anak-anak yang dibuahkan melalui fertilisasi in vitro
terkadang lebih dikenal sebagai “bayi tabung”. Beberapa telur diambil dari
ovarium perempuan setelah ia meminum obat-obatan fertilitas yang mengakibatkan
matangnya banyak telur sekaligus. Sperma diambil dari laki-laki, biasanya melalui
masturbasi. Telur dan sperma akhirnya disatukan dalam sebuah cawan kaca, di
mana pembuahan terjadi dan kehidupan baru dibiarkan berkembang selama beberapa
hari. Dalam kasus yang paling sederhana, embrio-embrio kemudian ditransfer ke
dalam rahim ibu dengan harapan bahwa satu akan bertahan hidup dan berkembang
hingga saat persalinan. (John M. Haas, 2008)
2.2 Variasi dalam reproduksi
Terdapat beberapa jenis variasi reproduksi yang ada pada
makhluk hidup. Antara lain :
1.
Metagenesis, yaitu, pergantian
generasi hasil reproduksi seksual dengan reproduksi aseksual.
2.
Hemafroditisme, merupakan
kondisi bila satu individu mempunyai dan dapat memproduksi sel kelamin jantan
dan kelamin betina. Hemafroditisme
disebabkan kegagalan differensiasi gonad.
3.
Partenogenesis,
pada beberapa jenis insecta, telur dapat tumbuh menjadi individu baru tanpa
adanya peran dari pejantan.
4.
Paedogenesis, merupakan
reproduksi yang terjadi pada hewan muda yang belum dewasa secara seksual/pada
fase larva. Seperti redia
pada larva cacing fasciola hepatica yang dapat menghasilkan redia dan serkaria
secara paedogenesis. Generasi baru yang terbentuk berasal dari sel somatik.
(Brotowidjoyo,
1989)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat
diambil kesimpilan sebagai berikut :
1.
Proses spermatogenesis
berlangsung mulai dari dinding tepi sampai ke lumen sel pada tubulus
seminiferus.
2.
Perkembangan spermatogenesis
terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu spermatogonium, spermatosit I,
spermatosit II, spermatid dan akhirnya menjadi spermatozoa.
3. Sedangkan proses oogenesis terjadi
pada ovarium pada bagian korteks.
4. Proses oogenesis juga terbagi
menjadi beberapa tahap yaitu, folikel primodial, folikel primer, folikel
sekunder, folikel tersier dan folikel de graff (matang).
5. Peristiwa fertilisasi terjadi di
saat sel spermatozoa dilepaskan dan dapat membuahi ovum di ampula tuba
fallopii.
6. Proses fertilisasi, dapat terjadi
secara internal dan eksternal.
7. Fertilisasi in vitro merupakan suatu metode untuk membuahkan suatu
kehidupan baru dalam sebuah cawan petri (pembuatan bayi tabung).
8. Terdapat beberapa jenis variasi
reproduksi yang ada pada makhluk hidup. Antara lain: Metagenesis, Hemafroditisme, Partenogenesis dan Paedogenesis,
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous,
2008. Diakses dari http://Harunyahya.merenungi
penciptaan.html. pada
tanggal 27 mei 2008.
Anonymous, 2008. Diakses dari http://Biologi kehamilan dan
persalinan.html. pada
tanggal 27 mei 2008.
Brotowidjoyo, Mukayat Djarubito. 1989. Zoologi dasar. Yogyakarta : UGM Press.
Cambridde, 1998. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia dan Sistem Reproduksi. Jakarta : EGC
Junqueira,
Carlos R dkk. 1992. Histologi dasar.
Alih bahasa : Jan Tambayang.
Jakarta : Mutiara Sumber Widya.
Muchtaromah,
Bayyinatul, Dr. Drh. Msi. Panduan
Praktikum Struktur
Perkembangan Hewan II. Malang : UIN Press.
Partodiharjo
Suebadi. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan.
Jakarta : Mutiara Sumber Widya.
Sadler, T.W, 1996. Embriologi
Kedokteran Langman. Jakarta :EGC
Toelihere
Mozes. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada
Ternak. Bandung : Angkasa
Yatim Wildan.
1994. Reproduksi & Embryologi.
Bandung : Tarsito.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar